Jakarta, CNBC Indonesia – Pergerakan batu bara sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran dunia. Indonesia sebagai produsen salah satu produsen batu bara terbesar dunia memainkan peran penting dalam pergerakan harganya. Melansir Global Fire Power (GFP), Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai produsen batu bara terbesar dunia dengan total produksi 563 juta ton.
India berada satu peringkat di atas Indonesia dengan total produksi mencapai 743 juta ton. Kemudian, peringkat pertama dipegang oleh China sebagai negara pemimpin produksi batu bara sejumlah 4,3 miliar ton.
Berikut data produksi batu bara dunia menurut GFP:
Tingginya jumlah produksi batu-bara Indonesia menjadikannya terdapat dua perusahaan energi besar yang jumlah produksinya masuk dalam top 9 dunia dengan mengecualikan China.
Melansir Financial Times, Data Wood Mackenzie menunjukkan terdapat PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) berada pada peringkat 7 dan 8. Berikut data top 9 perusahaan produsen batu bara terbesar dunia.
Produksi batu bara Bumi Resources mencapai 71,9 juta ton pada tahun 2022. Jumlah produksi tersebut menjadikannya perusahaan batu bara Indonesia terbesar secara kapasitas produksi.
Produksi tersebut berasal dari Kaltim Prima Coal (KPC) sejumlah 50 juta ton dan Arutmin 21,9 juta ton. Namun, laba bersih BUMI hanya mencapai Rp 8,1 triliun sepanjang 2022.
Penyebab laba bersih BUMI yang tidak setinggi mencerminkan jumlah produksinya disebabkan oleh kepemilikannya pada KPC yang hanya sebesar 25%, sedangkan kepemilikan pada Arutmin masih cukup tinggi sebesar 90%.
Selain itu, laba bersih BUMI juga tergerus signifikan oleh beban keuangan yang mencapai Rp 2,5 triliun.
Laba bersih BUMI memiliki selisih yang cukup jauh jika dibandingkan dengan Adaro Energy yang mencapai Rp 38,8 triliun (2022) atau meningkat 191% secara tahunan. Produksi batu bara Adaro yang cukup tinggi menjadikannya perusahaan batu bara dengan laba bersih terbesar di Bursa Efek Indonesia.
Emiten yang dipimpin oleh Boy Thohir ini mampu mencapai laba bersih tertinggi sepanjang masa yang disokong oleh peningkatan harga batu bara. Bahkan, ADRO mampu membukukan pendapatan mencapai Rp 126 triliun, meningkat 100% lebih secara tahunan.
Namun, berinvestasi di perusahaan batu bara saat ini sudah cukup berisiko seiring penurunan laba harga batu bara yang berpotensi menggerus laba bersihnya.
Harga batu bara telah ambrol sejak awal tahun sebesar 60% lebih, menjadi US$ 141,8 per ton per Jumat (7/7/2023). Batu bara sebagai salah satu komoditas utama sebagai sumber energi pembangkit listrik memiliki pengaruh signifikan terhadap kebutuhan dunia.
Ambruknya harga batu bara dipicu oleh melemahnya harga komoditas energi lainnya, melandainya permintaan, serta kemungkinan masih tingginya suku bunga di Amerika Serikat (AS).
Lemahnya aktivitas manufaktur dan ekonomi China menjadi penyebab utama. China merupakan konsumen terbesar komoditas di dunia, termasuk batu bara.
Tiongkok semula diharapkan bisa menggenjot harga komoditas sejalan dengan dibukanya kembali perbatasan mereka. Namun, aktivitas manufaktur mereka justru melemah.
India sebagai konsumen batu bara terbesar juga diproyeksi akan mengurangi impor yang membuat harga pasir hitam ikut tertekan.
India akan menghadapi musim hujan dalam beberapa pekan ke depan sehingga impor diproyeksi melandai. Terlebih, produksi dan pasokan mereka juga tengah meningkat tajam
(mza/mza)
Sumber: CNBC Indonesia