Jakarta, CNBC Indonesia – Saham-saham pertambangan mulai bergerak naik setelah mengalami tekanan dalam tiga hari terakhir seiring ditandatanganinya perjanjian dagang fase I antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Hingga pukul 10:30 WIB, indeks tambang di bursa naik sebesar 1,09% pada level 1.554, paling tinggi jika dibandingkan kinerja indeks sektoral lainnya.
Emiten yang paling mendorong kenaikan tersebut berasal dari berbagai industri seperti: pertambangan nikel, pertambangan batu bara, pertambangan emas, pertambangan minyak.
Berikut 10 besar emiten yang paling mendorong penguatan saham-saham tambang:
Sejauh ini Kinerja sektor tambang sejak awal tahun hingga hari Rabu (15/1/2020) masih tertekan 0,73%. Adanya kesepakatan dagang fase I AS-China yang diteken di Gedung Putih sedikit banyak membawa angin segar untuk pasar energi secara global.
Poin utama dalam kesepakatan fase satu tersebut ialah AS akan memangkas tarif untuk barang dari China senilai US$ 120 miliar yang awalnya 15% menjadi 7,5%. Sebagai balasannya, China harus membeli produk dan jasa AS senilai US$ 200 miliar dalam dua tahun.
China akan membeli produk dan jasa dari AS senilai US$ 77 miliar pada 2020 dan sisanya US$ 123 miliar tahun depan. Barang yang harus dibeli China dari AS meliputi produk industri manufaktur, jasa, produk pertanian hingga produk energi.
CNBC Internasional melaporkan , produk energi yang akan dibeli China meliputi LNG, minyak bumi, batu bara, metanol, butana cair, propana cair, kokas bensin terkalsinasi dan kokas bensin yang tak terkalsinasi.
Di sisi lain masih banyak pertanyaan bagaimana mengimplementasikan poin-poin kesepakatan tersebut. Terlebih masih ada barang-barang yang dikenakan tarif yang hanya dipangkas bukan dihapus.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/yam)