Jakarta, CNN Indonesia — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pekan lalu menguat 2,2 persen, bertengger di level 5.938. Tercatat, investor asing melakukan jual bersih sebesar Rp1,77 triliun.
Untuk pertama kalinya sejak pandemi virus corona menggerus pasar modal, indeks berhasil menembus level 6.000 pada Kamis (10/12) lalu.
Meskipun level 6.000 tak bertahan lama, namun Pengamat Pasar Modal sekaligus Analis Riska Afriani menilai hal tersebut menandakan bahwa pelaku pasar memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap IHSG.
Oleh karena itu, Riska melihat peluang indeks pada pekan ini untuk menguji level 6.000 masih terbuka lebar. Ia pun optimistis investor belum akan melakukan aksi ambil untung (profit taking).
Selain ditopang oleh kepercayaan investor, menurut dia, IHSG juga akan bergerak positif berkat aksi poles portofolio pialang (window dressing) di akhir tahun.
Termasuk, kedatangan vaksin covid-19 ke Tanah Air masih ampuh dalam mendorong optimisme pasar modal.
Diketahui, pada Minggu (6/12), sebanyak 1,2 juta dosis vaksin jadi covid-19 yang didatangkan dari Sinovac, China, tiba di Indonesia. Masih dalam bulan ini, dijadwalkan akan menyusul 1,8 juta dosis lainnya. Sehingga, sepanjang tahun ini total vaksin jadi yang dibeli pemerintah sebanyak 3 juta dosis.
Namun, vaksin dari perusahaan bioteknologi China ini masih harus melewati uji klinis dari Bio Farma untuk diajukan kepada BPOM sebelum dapat disuntikkan. Jika sesuai rencana, hasil uji laboratorium akan diserahkan pada Januari 2021. Diikuti, vaksinasi sebulan setelahnya.
“Jadi, optimisme pelaku pasar bahwa perlahan ekonomi akan segera pulih dengan adanya distribusi vaksin corona,” imbuhnya.
Sejak pandemi corona menyerang, terjadi perpindahan aktivitas ekonomi dari fisik menuju digital. Terjadi secara real time dan efisien, digitalisasi disebut membuat perputaran ekonomi jauh lebih cepat.
Sehingga, pemulihan akan cenderung lebih gesit dari resesi ekonomi tahun-tahun sebelumnya. Hal ini juga yang membuat investor yakin bahwa pemulihan ekonomi sektor riil tak akan memakan waktu yang terlalu panjang.
Berkaca pada optimisme tersebut, Riska merekomendasikan saham-saham sektor pertambangan, khususnya untuk komoditas batu bara.
Permintaan batu bara dari China dan India diperkirakan masih tinggi. Hal ini juga tercermin dari harga batu bara acuan Newcastle yang menembus US$82,5 per ton pada Minggu (12/11) dari posisi sebelumnya di kisaran US$70-an per ton.
Selain itu, Indonesia juga diuntungkan dengan renggangnya hubungan China dan Australia yang sebelumnya bermitra di komoditas batu bara. Ke depannya, diperkirakan pembelian batu bara dari China akan kian menjulang.
Riska memilih saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) untuk pekan ini karena keduanya dilihat memiliki fundamental dan teknikal yang mendukung.
Ia bilang PTBA potensi naik ke level 3.100 sampai akhir tahun, sedangkan ADRO dibanderol di harga target 1.950.
Ia juga menyarankan investor untuk mengakumulasi saham-saham ritel yang telah merambah ke penjualan daring seperti PT Matahari Department Store Tbk (LPPF).
Untuk diversifikasi portofolio, ia menyarankan investor untuk memantau saham non tambang, seperti PT BCA Tbk (BBCA), PT Adhi Karya (Persero) Tbk atau ADHI, dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT).