Jakarta, CNBC Indonesia – PT Adaro Energy Tbk (ADRO) menilai industri energi batu bara masih akan tumbuh positif. Ini karena batu bara masih menjadi bahan baku utama dalam pemenuhan kebutuhan energi utama meskipun saat ini dunia sedang melakukan transformasi ke Energi Baru Terbarukan (EBT).
Direktur Adaro Energy Hendri Tamrin mengatakan, terdapat beberapa alasan yang membuat batu bara masih menjadi primadona sebagai sumber energi. Diantaranya, batu bara masih menjadi sumber energi yang paling murah, energi yang paling rendah dari segi biaya produksi. Apalagi, geopolitik global yang terjadi saat ini membuat harga batu bara melonjak pesat karena permintaan yang besar.
“Batu bara sebagai sumber daya energi paling murah, paling rendah biayanya dibanding gas dan energi lainnya. Kita bisa melihat geopolitik yang ada bahwa batuk bara ini sangat independen dan ke depan akan menjadi sumber yang dapat diandalkan,” kata Hendri dalam Public Expose Live 2022 secara virtual yang diselenggarakan oleh BEI, Senin (12/9/2022).
Sementara, Chief Financial Officer (CFO) Adaro Lie Luckman mengatakan, target produksi batu bara tahun ini sebesar 58 hingga 60 juta ton. Perseroan optimis target tahun ini dapat tercapai dengan kondisi permintaan saat ini yang diimbangi dengan kesiapan di lapangan seperti infrastruktur dan ketersediaan alat berat produksi yang cukup.
“Harga batu bara sendiri masih cukup kuat. Secara garis besar, kami optmis paruh kedua tahun ini,” tuturnya.
Direktur M. Syah Indra Aman menambahkan, pasokan energi listrik di Indonesia juga masih bergantung dari ketersediaan stok batu bara. Perseroan pun telah berkontribusi kepada PT PLN (Persero) dalam pemenuhan bahan baku listrik nasional.
“Kita punya kontrak dengan semua IPP tenaga listrik Indonesia ini kewajiban dalam memenuhi pembangkit tenaga listrik yang membutuhkan,” ucapnya.
Di sisi lain, perseroan juga tetap melaksanakan transformasi energi dalam rangka mendukung dalam mengantisipasi perubahan iklim dengan menciptakan bahan baku energi yang ramah lingkungan.
“Batu bata ke energi baru terbarukan waktunya tak sebentar kita harus hitung keekonomian apa tekno EBT bisa seimbang dengan harga batubara itu sendiri. Kita juga fokus adaro jangan sampai ketinggalan dalam transformasi ini,” pungkasnya.
(RCI/dhf)