Jakarta, CNBC Indonesia – PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengungkapkan bahwa perusahaan sudah mengantongi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk tahun 2024-2026.
RKAB yang sudah dikantongi BUMI itu termasuk untuk anak perusahaannya yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia.
Direktur and Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava mengungkapkan RKAB perusahaan sudah disetujui untuk tahun 2024-2026. Terkhusus tahun 2024 ini, perusahaan secara internal menargetkan produksi batu bara hingga 80 juta ton.
“BUMI sudah menerima RKAB untuk KPC dan Arutmin periode 2024-2026,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (31/01/2024).
Dileep mengatakan angka tersebut merupakan akumulasi target kedua anak perusahaannya yakni PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia.
“Hal ini untuk mengonfirmasi bahwa target internal BUMI adalah melampaui 80 juta ton pada tahun 2024,” ujarnya.
Bila dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya, Dileep mengatakan target produksi batu bara tahun 2024 lebih tinggi dari tahun 2023 yakni sebesar 78 juta ton. Sedangkan, target tahun 2023 lalu juga lebih tinggi dibandingkan tahun 2022 sebesar 70 juta ton.
“(Target) 70 juta ton pada tahun 2022 dan sekitar 78 juta ton pada tahun 2023,” tandasnya.
Untuk diketahui, Kementerian ESDM resmi menerbitkan aturan baru perihal tata cara penyusunan, penyampaian, dan persetujuan RKAB sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 tahun 2023.
Setidaknya, terdapat beberapa poin penting yang termuat di dalam Permen ini. Di antaranya pembagian waktu kegiatan untuk RKAB, sanksi administratif, pemenuhan aspek esensial dalam penyusunan RKAB dan efisiensi tata waktu.
Sebelumnya, Dileep juga menegaskan ada beberapa tantangan yang harus dihadapi industri batu bara. Fluktuasi harga batu bara dan cuaca buruk menjadi salah satu yang dicermati hingga akhir tahun.
Siklus komoditas yang membuat fluktuasi harga batu bara menurutnya harus diwaspadai karena tidak dapat diprediksi.
Tantangan lainnya melambungnya harga bahan bakar yang dinilai dapat meningkatkan komponen biaya operasional perusahaan. Adanya regulasi mengenai setoran sebesar 30% dari pendapatan ekspor selama 3 bulan yang berlaku sejak 1 Agustus 2023 juga menjadi hal yang dicermati.
Efisiensi, digitalisasi, hilirisasi batu bara, hingga diversifikasi non batu bara juga termasuk sebagai tantangan dalam mengejar target produksi batu bara di 2023.
(wia)
Sumber: CNBC Indonesia