Jakarta, CNBC Indonesia – Pekan lalu, harga komoditas batu bara ditutup menguat. Merebaknya virus corona masih menjadi sentimen yang menggerakkan harga komoditas ini.
Pada Jumat (14/2/2020), harga batu bara ditutup menguat 0,14% ke level US$ 70,35/ton menandai penguatan dalam sepekan sebesar 2,55%. Akibat virus corona, tambang batu bara di China banyak yang tidak beroperasi, sehingga China menjadi bergantung pada batu bara impor.
Dalam sebuah laporan ANZ memperkirakan jika produksi batu bara China turun 10%, maka defisitnya mencapai 38 juta ton. Namun jika penurunan produksi dalam negeri meningkat menjadi 20% maka defisitnya bisa mencapai 115 juta ton.
“Pasar batu bara impor melalui jalur laut (seaborne) akan sangat tergantung pada kemampuan China untuk kembali beroperasi” kata para analis melansir Reuters.
“Kenaikan dalam permintaan batu bara impor melalui jalur laut terutama disebabkan oleh coronavirus [Covid-19]. Namun, kuantitas impor sangat kecil jika dibandingkan dengan produksi dalam negeri China. Harga batu bara (seaborne) akan kembali turun begitu produksi dilanjutkan dengan kapasitas penuh,” kata seorang analis yang berbasis di China timur, melansir Reuters.
Dia juga berpendapat, pemerintah Cina akan melakukan langkah-langkah untuk memastikan pasokan domestik yang berkelanjutan.
“Setelah gelombang permintaan ini, harga impor akan kembali stabil menjadi lebih rendah dalam enam bulan ke depan karena China tidak bergantung pada batubara impor, kecuali selama keadaan darurat seperti [coronavirus],” katanya.
Harga batu bara domestik China sedikit lebih tinggi karena wabah koronavirus telah mengganggu jadwal produksi tambang dan pengaturan transportasi. Tak bisa dipungkiri, produksi batu bara China menyumbang hampir separuh dari produksi batu bara global.
Sehingga ketika aktivitas ekonomi dan produksi batu bara kembali normal, impor batu bara China akan turun dan berpotensi kembali menekan harga si batu hitam ini.
Selain itu, untuk perdagangan minggu ini, pelaku pasar juga akan menyoroti berbagai data ekonomi seperti pembacaan awal angka PMI manufaktur yang dapat menjadi indikasi awal dampak virus corona terhadap perekonomian.
“Perhatian akan tertuju pada serangkaian rilis data pembacaan awal angka PMI manufaktur di kawasan Asia minggu ini untuk bulan Februari. Data ini bisa jadi indikasi awal dampak virus terhadap rantau pasok global” kata Capital Economics, melansir Reuters.
“Kami memperkirakan datanya akan lemah. Namun jika melebihi perkiraan, maka harga-harga komoditas industri berpotensi untuk mengalami kenaikan” tambah Capital Economics.