Jakarta, CNBC Indonesia – China telah menggeser India sebagai importir utama batubara termal Australia tingkat rendah, tetapi ada pertanyaan apakah pergeseran itu struktural atau didorong oleh faktor harga sementara.
China mengimpor batu bara dari Australia untuk bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan listrik yang diperkirakan sebesar 4,44 juta ton pada bulan April menurut analis komoditas Kpler, lebih dari dua kali lipat dari Maret sebesar 2,21 juta ton dan terbesar sejak China mengakhiri larangan impor batu bara Australia awal tahun ini.
Volume April juga sebagian besar sejalan dengan pembelian China, dimana China sebagai salah satu importir batu bara terbesar dunia sebelum pengenaan larangan pada pertengahan 2020.
Australia sebagai pengekspor batu bara terbesar kedua dunia, masih tertinggal jauh dari 19,29 juta ton pada April dari pemasok utama Indonesia.
Namun, batubara termal Australia dan Indonesia melayani pasar yang berbeda di China, dengan pasokan dari Indonesia sebagian besar dikonsumsi di pembangkit listrik pesisir selatan, di mana mereka sering dicampur dengan batubara domestik berkadar abu lebih tinggi.
Batubara termal Australia juga cenderung mengarah ke pelabuhan selatan, tetapi grade yang paling sering diimpor oleh China memiliki kandungan energi yang lebih tinggi daripada batubara dari Indonesia, yang berarti bahan bakar Australia cenderung bersaing langsung dengan pasokan lokal.
Hal ini berarti batubara termal Australia harus bersaing harga dengan pasokan domestik, sesuatu yang telah terjadi dalam beberapa bulan terakhir, tetapi juga situasi yang mungkin akan segera berakhir.
Batubara Australia dengan kandungan energi 5.500 kilokalori per kg (kkal/kg), sebagaimana dinilai oleh lembaga pelaporan harga komoditas Argus, berakhir pada $117,81 per ton dalam pekan hingga 21 April.
Harga tersebut sedikit lebih tinggi dari minggu sebelumnya $116,65, yang merupakan harga terendah sejak Januari tahun lalu.
Harga batubara termal di pelabuhan Qinhuangdao China, seperti yang dinilai oleh konsultan SteelHome, adalah 995 yuan ($143,78) per ton pada hari Rabu.
Harga telah turun 17,1% sejak tertinggi sejauh ini pada tahun 2023 sebesar 1.200 yuan per ton pada 9 Maret.
Keunggulan harga batu bara Australia sebagian besar terkikis oleh biaya pengiriman dan bea masuk yang diperhitungkan, yang berarti utilitas dan pedagang akan mengambil risiko kerugian yang lebih tinggi jika mereka mengimpor kargo Australia dalam beberapa bulan mendatang.
Hal ini terutama terjadi jika ketersediaan batu bara dalam negeri meningkat, dengan produksi mencapai rekor tertinggi pada Maret sebesar 417,22 juta ton, menurut data resmi yang dirilis pada 18 April.
Sementara pekerjaan pemeliharaan pada jalur kereta api utama pada bulan April dapat mengurangi volume batu bara domestik selama bulan tersebut, setelah selesai pada awal Mei, kemungkinan akan tersedia lebih banyak batu bara.
Sementara China telah membeli batubara termal Australia, sehingga volume yang dikirim ke India menjadi menurun. India sebagai importir terbesar kedua di dunia.
Impor batubara termal Australia dari India diperkirakan oleh Kpler hanya sebesar 297.697 ton pada bulan April, total bulanan terendah sejak Juni 2020 dan penurunan tajam dari volume yang seringkali melebihi 1 juta ton per bulan dari Oktober 2020 hingga Februari 2023.
Total impor batubara termal India diperkirakan akan meningkat menjadi 14,77 juta ton pada bulan April, dengan India mengambil bagian terbesar sebesar 9,66 juta ton.
Karena batubara termal Australia telah meninggalkan bauran impor India, impor dari saingannya seperti Afrika Selatan bergerak lebih tinggi.
Impor India dari Afrika Selatan diperkirakan oleh Kpler sebesar 2,28 juta ton pada bulan April, tertinggi dalam 13 bulan dan kenaikan bulanan kelima berturut-turut.
Batubara termal Afrika Selatan memiliki harga yang kompetitif dibandingkan dengan yang setara di Australia, dimana global COAL mengutip 5.500 kkal/kg kargo dari pelabuhan Richards Bay seharga $106,33 per ton pada hari Rabu, sekitar 10% di bawah kadar yang sama di pelabuhan Newcastle Australia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
research@cnbcindonesia.com
(saw/saw)