Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara terus mengalami penurunan sepanjang tiga hari terakhir. Pada perdagangan Kamis (9/6/2022), harga batu kontrak Juli di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 361 per ton. Harganya turun 1,11%.
Pelemahan harga batu bara kemarin memperpanjang tren negatif yang sudah berlangsung sejak Selasa (7/6/2022). Dalam tiga hari, harga batu bara sudah anjlok 8,5%.
Dalam sepekan, harga batu bara amblas 7,6% secara point to point. Namun, dalam sebulan harga batu bara masih menguat 2,1% sementara dalam setahun harganya melesat 204,6%.
Pelemahan harga batu bara lebih disebabkan masih lemahnya permintaan impor dari China. Negeri Tirai Bambu merupakan konsumen terbesar batu bara di dunia sehingga permintaan dari mereka akan sangat menentukan gerak harga batu bara.
Berdasarkan data kantor Adminstrasi Kepabeanan China, Negara Tirai Bambu mengimpor 20,55 juta ton batu bara pada Mei tahun ini. Jumlah tersebut turun 12,7% dibandingkan April 2022 dan menyusut 2,3% dibandingkan Mei tahun lalu.
Secara keseluruhan, impor batu bara China pada Januari-April mencapai 95,96 juta ton, turun 13,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu,
Impor batu bara China anjlok karena turunnya permintaan dari pembangkit listrik serta lockdown di negara tersebut yang membuat aktivitas bisnis melandai.
Konsumsi batu bara harian pembangkit listrik di delapan wilayah China tercatat 1,6 juta ton pada akhir Mei, turun 17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional (NDRC) mengatakan pasokan batu bara pada pembangkit listrik China mencapai 159 juta ton pada akhir Mei, naik 50 juta ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pasokan tersebut cukup untuk kebutuhan 32 hari.
Permintaan batu bara dari China diharapkan meningkat karena lockdown dibuka serta naiknya kebutuhan listrik rumah tangga menjelang musim panas. Namun, produksi batu bara China juga diperkirakan meningkat sehingga impor kemungkinan tidak akan melonjak.
China akan menambah kapasitas penambangan batu bara hingga lebih dari 300 juta ton pada tahun ini sehingga total produksi diharapkan bisa menembus 4,4 miliar pada 2022.
China juga telah memperbaiki jalur pengangkutan batu bara di wilayah-wilayah yang merupakan sentra penambangan batu bara seperti Xinjiang. Perusahaan kereta China mengirim 110 juta ton batu bara thermal di Mei, naik 7% dibandingkan tahun lalu.
“Pasokan energi tidak akan menjadi masalah besar bagi China tahun ini,” tutur Lin Boqiang, direktur China Center for Energy Economics Research di Universitas Xiamen, seperti dikutip dari the Global Times.
Sementara itu, India yang tengah mengamankan pasokan batu bara di tengah krisis listrik telah mengumumkan tender impor. BUMN tambang Coal India yang ditunjuk melakukan impor telah melakukan tender untuk mengimpor 2,42 juta ton batu bara hingga akhir September tahun ini.
Impor diharapkan segera menyelesaikan kritisnya persoalan pasokan batu bara di pembangkit listrik di negara tersebut. Coal India juga akan melakukan tender untuk impor batu bara untuk pengiriman Juli 2022-Juni 2023 pada Sabtu mendatang. Tidak semua impor dilakukan Coal India, sejumlah negara bagian India seperti Tamil Nadu dan Karnataka telah menawarkan diri untuk mengimpor batu bara sendiri.
Komisi untuk manajemen kualitas udara India (CAQM), Kamis (9/6/2022), juga mengumumkan bahwa penggunaan batu bara akan dilarang untuk wilayah Ibu Kota Nasional (NCR) mulai berlaku Oktober 2022 tetapi efektif diwajibkan pada Januari 2023. Larangan tersebut akan mengurangi penggunaan batu bara sekitar 1,7 juta ton per tahun yang biasa digunakan sejumlah industri di wilayah NCR yang meliputi Delhi dan beberapa kota di Haryana, Uttar Pradesh, dan Rajasthan.
Kabar kurang sedap buat pasar batu bara juga datang dari Australia. Pemerintah Queensland kemungkinan besar akan menaikkan royalti batu bara untuk kali pertama dalam 10 tahun terakhir. Queensland merupakan wilayah terbesar penyumbang batu bara di Australia. Pada 2018-2019, Queensland memproduksi batu bara sebanyak 317 juta ton.
Kenaikan royalti diperkirakan akan berimbas kepada harga batu bara Australia. Padahal, Australia merupakan eksportir terbesar batu bara metalurgi dan kedua terbesar untuk batu bara thermal.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)