Jakarta, CNBC Indonesia – Tingginya harga listrik panas bumi dinilai menjadi penyebab utama tak berkembangnya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Tanah Air.
Harga listrik panas bumi ini memang menjadi lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga listrik dari sumber energi lainnya, seperti batu bara atau bahkan surya yang sekitar 5 sen dolar per kilo Watt hour (kWh). Sementara harga listrik panas bumi berada di kisaran 7 sen-13 sen dolar per kWh.
Namun demikian, bila dibandingkan dengan sumber energi lainnya, terutama sumber energi yang cenderung dipasok melalui impor seperti bahan bakar minyak (BBM), maka harga listrik panas bumi ini masih jauh lebih murah dibandingkan harga listrik bersumber BBM atau dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) tersebut.
Harga listrik berbasis BBM bahkan mencapai 20 sen dolar per kWh.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi mengatakan, harga listrik panas bumi dipengaruhi oleh besaran dari kapasitas.
“Kalau harga listrik dari BBM sekitar 20 sen dolar per kWh, panas bumi sekitar 7 sen sampai 13 sen dolar, tergantung kapasitas,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia melalui pesan singkat, Senin (01/03/2021).
Meski harga listrik panas bumi lebih murah dari listrik berbahan bakar minyak, namun menurutnya PLTD belum tentu bisa digantikan dengan PLTP. Pasalnya, sumber daya PLTP mengikuti keberadaan cadangan, sehingga tidak bisa berpindah-pindah.
“Tidak semua PLTD dapat digantikan oleh PLTP karena PLTP power plantnya (pembangkit) mengikuti sumber cadangannya. Tidak bisa dipindah seperti PLTD,” jelasnya.
Namun demikian, dia menyarankan bagi PLTD yang lokasinya berdekatan dengan PLTP, seharusnya bisa diganti PLTP, mengingat harga listrik panas bumi lebih murah.
“Untuk PLTD yang bisa digantikan PLTP, sudah seharusnya digantikan,” tegasnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas terpasang PLTP pada 2020 mencapai 2.130,7 MW, tidak berubah dari kapasitas terpasang pada 2019. Bila 196 MW beroperasi tahun ini, berarti total kapasitas terpasang PLTP hingga 2021 ini akan meningkat menjadi 2.326,7 MW.
Tidak adanya tambahan kapasitas PLTP pada 2020 ini juga tak terlepas dari batal beroperasinya tiga proyek panas bumi yang seharusnya beroperasi pada tahun lalu karena adanya pandemi Covid-19.
Tiga proyek PLTP baru tersebut memiliki kapasitas sebesar 140 MW, antara lain PLTP Rantau Dedap di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan berkapasitas 90 MW dioperasikan PT Supreme Energy Rantau Dedap.
Lalu, PLTP Sorik Marapi Unit 2 berkapasitas 45 MW di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara yang dioperasikan PT Sorik Marapi Geothermal Power, serta PLTP Sokoria Unit 1 sebesar 5 MW di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur yang dioperasikan oleh PT Sokoria Geothermal Indonesia.
(wia)