Jakarta, CNBC Indonesia – Harga komoditas batu bara acuan terpantau masih menguat pada pekan ini, meski secara harian pada pekan ini secara mayoritas terkoreksi.
Sepanjang pekan ini, harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) untuk kontrak September 2022 masih menguat 0,28% secara point-to-point (ptp).
Namun pada perdagangan Jumat (26/8/2022) akhir pekan ini, harga batu bara acuan terpantau turun tipis 0,02% ke posisi US$ 417,4/ton.
Secara harian, harga batu bara cenderung berfluktuasi, di mana pada perdagangan Senin awal pekan ini, harga batu bara terpantau menguat. Tetapi pada perdagangan Selasa dan Rabu, batu bara berbalik melemah.
Kemudian pada Kamis, batu bara kembali bangkit dan melesat lebih dari 1%. Namun pada perdagangan akhir pekan yakni Jumat, harga batu bara kembali lesu.
Meski berfluktuasi, tetapi harga batu bara masih berada di kisaran US$ 400/ton pada pekan ini. Ada sedikit kabar kurang menggembirakan yang turut mempengaruhi pergerakan harga batu bara, yakni Kabar dari China.
Perhitungan sementara dari kepabeanan menunjukkan impor batu bara Negeri Panda pada Juli 2022 adalah 23,52 juta ton (termasuk lignit). Turun 22,07% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Ini tidak lepas dari ekonomi China yang memburuk akibat kebijakan tanpa toleransi terhadap pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Pemerintahan Presiden Xi Jinping memang tidak main-main. Begitu ada kluster penularan, langsung karantina wilayah (lockdown).
Kebijakan ini membuat ekonomi China sulit bergerak. Akibatnya, berbagai indikator ekonomi mengalami pemburukan.
Pada Juli 2022, penjualan ritel tumbuh 2,7% yoy. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 3,1% yoy dan jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan pertumbuhan di angka 5% yoy.
Kemudian investasi aset tetap pada Januari-Juli 2022 tercatat CNY 32 triliun, tumbuh 5,7% yoy. Meski masih tumbuh, tetapi melambat dibandingkan Januari-Juni 2022 yang tumbuh 6,1%.
Lalu produksi industri pada Juli 2022 tumbuh 3,8% yoy. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang 3,9% yoy dan cukup jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan tumbuh 4,6%.
Di lain sisi, Perang antara Rusia dan Ukraina membawa dampak pada gangguan pasokan sehingga membuat harga gas melambung tinggi.
Dengan tingginya harga gas, banyak negara Eropa yang kembali memutuskan untuk mengaktifkan lagi pembangkit listrik batu baranya. Oleh karena itu, permintaan batu bara di Eropa masih cukup tinggi dan membuat harganya masih bertahan di kisaran US$ 400/ton.
TIM RISET CNBC INDONESIA