Jakarta, CNBC Indonesia– PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mengharapkan pemerintah benar-benar memberikan insentif royalti batu bara menjadi 0% yang diatur melalui omnibus law. Harapan adanya insentif tersebut tertera di Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Tenaga Kerja setebal 1.000 halaman bocor dan beredar ke media.
“Kami menunggu hasil final omnibus law agar bisa berkomentar lebih jauh, tetapi dari draft tersebut rasanya positif hasilnya,” kata Direktur Independen Bumi Resources Dileep Srivastava kepada CNBC Indonesia, Kamis (13/02/2020).
Jika memang ada insentif royalti bagi perusahaan batu bara yang melakukan hilirisasi, Dileep menilai akan menjadi sinyal positif pada iklim investasi Indonesia. Selain itu, keputusan ini juga bisa memacu industri tidak hanya menjual batu bara mentah, tetapi mengolahnya di dalam negeri. Dengan begitu Indonesia bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar, dengan adanya proyek gasifikasi batu bara.
“Tapi kami masih menunggu rincian lebih lanjut dan secara resmi untuk omnibus law ini,” katanya.
Selain keputusan resmi tentang insentif royalti bagi perusahaan batu bara yang melakukan hilirisasi, BUMI juga menunggu keputusan resmi dari pemerintah dalam Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
BUMI merupakan produsen batu bara terbesar di Indonesia sekaligus pembayar royalti terbesar di Indonesia. Pada 2018, melalui anak usaha PT Kaltim Prima Coal dan Arutmin, BUMI membayar royalti batu bara sebesar Rp 8,4 triliun.
Saat ini royalti batu bara dikenakan sekitar 2%-7%, tergantung jenis tambang dan kalori batu bara.
Meski sampai saat ini belum ada pihak pemerintah yang mau dan menghindar untuk mengkonfirmasi rancangan yang beredar tersebut, namun isinya sesuai dengan isu yang berkembang selama ini. Salah satunya adalah isu terkait pemberian insentif royalti batu bara menjadi 0%.
Hal ini tercantum di halaman 227 dari 1.000 halaman rancangan undang-undang sapu jagad tersebut. Masuk dalam revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 pasal 128 A. Pasal ini merupakan pasal sisipan di antara pasal 128 dan 129.
Berikut adalah kutipan pasalnya,
Di antara Pasal 128 dan 129 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 128A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 128A
* (1) Pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128.
* (2) Pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batubara dapat berupa pengenaan royalti sebesar 0%.
* (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlakuan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sebelumnya soal royalti batu bara 0% ini dikonfirmasi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, kemarin. Menurutnya royalti 0% diberikan jika perusahaan batu bara memiliki pabrik yang mendongkrak atau menambah nilai tambang.
“Hanya kalau bikin pabrik, kalau tidak bikin pabrik dia tidak nol, itu namanya fasilitas,” kata Airlangga.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot, belum mau mengelaborasi lebih jauh soal royalti 0% ini. Namun ia memastikan usulan ini datang dari pemerintah.
Menurutnya investasi hilir di Indonesia membutuhkan insentif. Bambang mencontohkan untuk gasifikasi batu bara di China sudah bisa sampai ke produk avtur. Tapi semua mesin dan teknologi yang digunakan milik sendiri.
Sementara Indonesia untuk mesin dan teknologi masih beli. Hal inilah yang membuat hilirisasi jadi mahal, sehingga perlu insentif.
“Untuk batu bara itu baru mulai karena investasinya sekitar US$ 3 miliar di PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Ini kita sedang evaluasi kebijakan, Pertama, royaltinya berapa. Ini pak Menko bilang sampe nol,” terangnya.