Jakarta, CNBC Indonesia – Harga batu bara masih bergerak dalam tren pelemahan pada pekan lalu. Harga permintaan batu bara pekan ini akan sangat bergantung pada permintaan di Asia, terutama Asia Tenggara.
Pada Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (12/5/2023), harga batu bara kontrak Juni di pasar ICE Newcastle memang ditutup menguat 1,81% di posisi US$ 163 per ton.
Namun, dalam sepekan, harga batu bara tetap jatuh 3,26%. Artinya, batu bara sudah melandai selama tiga pekan terakhir dengan pelemahan mencapai lebih dari 14%.
Pada pekan lalu, batu bara hanya menguat pada hari Jumat sementara sisanya melemah dan stagnan. Bila dihitung sejak awal 2023, harga batu bara sudah ambruk 58,16%.
Permintaan dari Asia Tenggara diperkirakan akan menopang batu bara pekan ini. Namun, perkembangan di Amerika Serikat (AS) dan Eropa bisa menyeret batu bara turun ke bawah.
Reuters melaporkan permintaan batu bara dari kawasan Asia Tenggara meningkat pesat pada tahun ini.
Sepanjang Januari-April 2023, impor batu bara dari kawasan Asia Tenggara sudah melonjak 18%. Impor biasanya melonjak pada Mei-Agustus untuk mengantisipasi musim kemarau atau panas.
Pada periode Mei-Agustus 2022, impor batu bara dari kawasan Asia Tenggara bahkan mencapai lebih dari 10 juta per ton per bulannya. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata bulanan pada tahun sebelumnya yang di angka 8 juta per ton.
Share permintaan kawasan Asia Tenggara ke permintaan global juga terus meningkat hingga mencapai 12%.
Impor kawasan Asia Tenggara mencapai 100 juta ton per tahun. Kenaikan rata-rata impor batu bara dari kawasan tersebut mencapai 14% per tahun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan impor China yang mencapai 3% dan India sebesar 13%.
Filipina adalah importir terbesar disusul oleh Malaysia, Vietnam, dan Kamboja.
Sebaliknya, permintaan impor dari Eropa diproyeksi melemah.
Impor menuju Pelabuhan ARA (Amsterdam, Rotterdam, Antwerp) anjlok 41% (month to month/mtm) pada April seiring dengan melemahnya permintaan dan penurunan harga gas.
Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) anjlok 10,4% sepekan dan 22,16% sebulan pada pekan lalu menjadi 32,77 euro per mega-watt hour (MWh).
Australia menjadi pemasok terbesar dengan share 32% disusul dengan Afrika Selatan (10%).
Batu bara juga mendapat hantaman keras dari AS. Badan perlindungan Lingkungan AS (EPA) mengajukan proposal kepada pemerintah mengenai target baru pengurangan emisi gas rumah kaca.
Salah satu usulannya adalah meminta pemerintah federal AS untuj membatasi dengan ketat emisi karbon dioksida yang dihasilkan pembangkit energi fosil, termasuk minyak dan batu bara.
Usulan EPA ini semakin memperburuk kondisi batu bara di Paman Sam.
Sebelumnya, Badan Adminstrasi Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan kapasitas pembangkit listrik batu bara AS akan berkurang lebih dari 50% hingga 2050.
Pengurangan besar-besaran tersebut merupakan bagian AS untuk lebih menggunakan energi bersih dan mengurangi emisi karbon.
Rencana ini akan mengurangi permintaan terhadap batu bara sehingga harganya bisa tertekan ke depan.
Skenario pengurangan akan bervariasi tetapi kemungkinan akan berkisar 52-88% menjadi hanya 97-23 gigawatts (GW).
Sumbangan listrik dari pembangkit batu bara ke total produksi listrik AS akan berkurang menjadi hanya 1-8% dari saat ini yang berada di angka 22%.
Pada langkah awal yakni hingga 2026, kapasitas listrik dari pembangkit batu bara akan turun menjadi 159 GW.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)